Kebersamaan Mahasiswa di Libya: Belajar Toleransi di Tengah Panasnya Gurun Sahara(2010)

  • TGH. Hardiyatullah, M.Pd
  • Disukai 0
  • Dibaca 16 Kali
Bersama kawan afghanistan dan pakistan

Kebersamaan Mahasiswa di Libya: Belajar Toleransi di Tengah Panasnya Sahara

Musim panas di Libya selalu membawa tantangan tersendiri. Suhu yang menyengat menyelimuti wilayah Padang Sahara, membuat siapa saja lebih sering mencari tempat teduh atau mengurangi aktivitas di luar ruangan. Namun, bagi kami, para mahasiswa yang tinggal di asrama Jamiyyah Addakwah Al Islamiyyah di Tripoli, musim panas juga menjadi waktu untuk mempererat kebersamaan dan saling berbagi pengalaman lintas budaya.

Setiap menjelang Maghrib, suasana asrama berubah menjadi lebih hidup. Kami berkumpul di taman dekat masjid, duduk bersama menikmati angin sore yang berhembus ringan, ditemani keindahan pohon-pohon kurma yang berjejer sepanjang jalan dari asrama ke kampus. Buah kurma yang baru dipetik menjadi camilan sederhana namun istimewa, melengkapi momen diskusi dan perbincangan yang hangat di antara kami.

Lintas Budaya: Membuka Wawasan Dunia

Di tengah kebiasaan ini, saya sering berbincang dengan teman-teman dari berbagai negara. Salah satu momen yang berkesan adalah saat saya bertanya kepada seorang teman dari Afghanistan tentang negaranya. Dengan antusias, ia mulai menjelaskan kondisi Afghanistan, budayanya, dan sejarahnya pasca peristiwa 11 September 2001.

"Mayoritas penduduk Afghanistan adalah Muslim," ia memulai. "Sekitar 85-90% menganut mazhab Sunni (Hanafi), sedangkan sekitar 10-15% adalah Syiah, terutama dari etnis Hazara. Ada juga kelompok kecil Ismailiyah di beberapa wilayah."

Ia melanjutkan dengan cerita tentang dampak serangan 11 September dan invasi Amerika Serikat yang mengubah wajah Afghanistan secara drastis. Taliban, yang sebelumnya berkuasa, digulingkan oleh pasukan koalisi internasional pada 2001, tetapi konflik tidak pernah benar-benar berakhir. "Perang menghancurkan infrastruktur, pendidikan lumpuh, dan jutaan orang mengungsi. Bahkan kampung saya rusak parah," katanya dengan nada sedih.

Meski kisahnya penuh luka, percakapan kami diakhiri dengan saling mendoakan. Doa untuk perdamaian, untuk masa depan yang lebih baik bagi Afghanistan, dan untuk persahabatan kami yang tetap terjaga di tengah perbedaan budaya dan kebangsaan.

Belajar Toleransi dan Mempererat Persahabatan

Percakapan seperti ini sering terjadi di taman asrama kami. Diskusi lintas budaya tidak hanya memperkaya wawasan, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai toleransi, saling menghormati, dan memahami latar belakang satu sama lain.

Sebagai mahasiswa internasional, kami bukan hanya belajar di ruang kelas, tetapi juga di setiap interaksi harian kami. Dari berbagi pengalaman dengan teman dari Somalia, Pakistan, hingga Afghanistan, kami memahami bahwa meskipun berbeda bangsa, agama, atau budaya, ada benang merah yang menyatukan kami: keinginan untuk saling belajar dan tumbuh bersama.

Musim panas di Libya mungkin penuh dengan terik dan tantangan, tetapi di tengah suasana itu, kami menemukan kebersamaan, pelajaran hidup, dan kehangatan persahabatan yang melampaui batas-batas negara. Momen sederhana seperti duduk bersama menjelang Maghrib telah menjadi salah satu kenangan paling berharga yang kami bawa sepanjang hidup.

Hikmah :

1. Nilai Toleransi dan Keragaman

Interaksi lintas budaya dengan mahasiswa dari berbagai negara mengajarkan pentingnya menghormati perbedaan. Meski memiliki latar belakang budaya, bahasa, dan tradisi yang berbeda, kebersamaan dapat terjalin dengan saling memahami dan menghormati.

2. Belajar dari Perspektif Lain

Diskusi tentang kondisi negara teman dari Afghanistan memberikan pelajaran tentang kehidupan yang berbeda, perjuangan di tengah konflik, dan pentingnya empati terhadap situasi orang lain. Ini memperluas wawasan dan melatih kemampuan untuk melihat dunia dari sudut pandang yang lebih luas.

3. Pentingnya Persahabatan dan Solidaritas

Kebersamaan di tengah panasnya Sahara menjadi pengingat bahwa persahabatan yang tulus dapat melampaui batas-batas geografis dan kebangsaan. Solidaritas yang terjalin menjadi pelipur dalam menghadapi tantangan hidup sebagai mahasiswa di negeri asing.

4. Kebiasaan Berbagi Ilmu

Percakapan yang diisi dengan berbagi pengalaman, diskusi, dan bertukar informasi menunjukkan bahwa belajar tidak hanya terbatas di ruang kelas. Dengan berbagi, ilmu yang dimiliki menjadi lebih bermanfaat dan berkembang.

5. Mencari Keindahan dalam Kesederhanaan

Di tengah kesederhanaan duduk di taman sambil menikmati kurma, ada keindahan dalam menikmati momen-momen kecil bersama. Hal ini mengajarkan untuk bersyukur atas nikmat kebersamaan dan kehangatan hubungan antar manusia.

6. Menguatkan Keimanan

Kebiasaan berkumpul menjelang Maghrib, diiringi doa dan harapan untuk kebaikan bersama, mengingatkan pentingnya menyandarkan segala usaha kepada Allah. Doa yang dipanjatkan bersama memperkuat ikatan spiritual di antara para mahasiswa.

Hikmah-hikmah ini menjadi pelajaran hidup yang tidak hanya bermanfaat selama masa studi di Libya, tetapi juga membentuk karakter untuk menghadapi tantangan kehidupan di masa depan.