Kenangan di Balik Foto: Momen saat makan malam th 2002 Bersama Ayahanda dan Ummina

Membuka album foto lama sering kali membawa kita kembali ke lorong waktu, memunculkan kenangan-kenangan yang begitu hidup dalam ingatan. Salah satu foto yang saya temukan baru-baru ini mengingatkan saya pada momen yang terjadi pada 5 Januari 2002. Dalam foto itu, ada Ayahanda dan Ummina, dengan ekspresi wajah yang tak terlupakan. Ayahanda tampak sedang merem, sementara Ummina terlihat "keselak," istilah dalam bahasa Sasak yang menggambarkan keterkejutan karena silau atau kejanggalan ekspresi wajah.
Foto ini memiliki cerita yang sederhana namun penuh makna. Saat itu, saya baru saja membeli kamera dengan uang hasil tabungan. Kamera ini bukanlah kamera ponsel—karena di tahun 2002, ponsel belum populer— dan Antusias untuk mencoba kamera baru tersebut, saya meminta Ayahanda dan Ummina menjadi "model" pertama saya.
“Maeh, coba poto sik camera baru,” kata Ayahanda, mendukung semangat saya.
Tanpa berpikir panjang, saya pun mengambil posisi, mengatur kamera, dan mulai membidik. Namun, karena kamera tersebut masih baru dan belum terbiasa saya gunakan, saya lupa bahwa flash otomatis akan menyala. Saat tombol kamera saya tekan, kilatan cahaya dari flash langsung menerpa wajah Ayahanda dan Ummina.
Ayahanda, yang tak siap dengan kilatan itu, refleks memejamkan mata. Sementara Ummina, yang juga terkejut, bereaksi dengan ekspresi yang sulit digambarkan: perpaduan antara keterkejutan dan tawa kecil menahan kekakuan. Kami semua tertawa setelahnya, menyadari betapa lucunya hasil jepretan pertama saya.
“Laaa... keselak sik kamera ne,” ujar Ayahanda sambil tersenyum, yang dalam bahasa Sasak kira-kira berarti, " laaa terang sekali cahaya kamera ini."
Momen itu mungkin hanya berlangsung beberapa detik, namun kehangatan dan kebahagiaan yang tercipta terasa begitu abadi. Bagi saya, foto ini bukan sekadar potret dua orang yang tercinta, tetapi juga sebuah simbol dari dukungan, kebahagiaan sederhana, dan cinta dalam keluarga. Ayahanda dan Ummina tidak hanya mendukung saya mencoba hal baru, tetapi juga memberikan tawa yang membuat momen tersebut begitu istimewa.
Kini, melihat foto itu kembali membuat hati rindu. Rindu pada masa di mana kebahagiaan begitu sederhana, rindu pada dukungan Ayahanda yang selalu menyemangati, dan rindu pada tawa kecil Ummina yang begitu tulus. Foto ini akan selalu menjadi salah satu kenangan paling indah, kenangan yang mengingatkan bahwa cinta dan kebersamaan keluarga adalah harta yang paling berharga.