Kehidupan: Sebuah Perjalanan Panjang Menuju Akhir yang Dirahasiakan

Hidup di dunia ini sejatinya adalah sebuah perjalanan panjang yang memiliki ujung, sebuah akhir yang tidak bisa dihindari oleh siapa pun. Namun kapan dan di mana perjalanan itu berakhir, hanya Allah Ta’ala yang mengetahui. Tidak seorang pun yang diberi tahu tentang detik-detik terakhirnya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
إِنَّ اللَّهَ عِندَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
"Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. Luqman: 34)
Ayat ini mengajarkan kepada kita bahwa kematian adalah sebuah misteri agung. Bahkan seorang manusia, dengan segala kepandaian dan peralatannya, tidak mampu memastikan kapan dan di mana ruhnya akan dicabut.
Mengingat Kematian: Sebuah Tanda Kecerdasan
Karena rahasia ini begitu agung, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat memuji orang-orang yang selalu mengingat kematian. Beliau bersabda:
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَادِمِ اللَّذَّاتِ
"Perbanyaklah mengingat pemutus segala kelezatan, yaitu kematian."
Dalam riwayat lain, Rasulullah bahkan menyebut bahwa orang yang paling cerdas adalah yang paling banyak mengingat mati dan mempersiapkan diri untuknya:
أَكْيَسُ النَّاسِ أَكْثَرُهُمْ ذِكْرًا لِلْمَوْتِ، وَأَشَدُّهُمْ لَهُ اسْتِعْدَادًا، أُولَئِكَ هُمُ الْأَكْيَاسُ، ذَهَبُوا بِشَرَفِ الدُّنْيَا وَكَرَامَةِ الْآخِرَةِ
"Orang yang paling cerdas adalah yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang benar-benar cerdas; mereka pergi dengan membawa kemuliaan dunia dan kehormatan akhirat."
Mengingat mati bukanlah untuk membuat manusia pesimis atau kehilangan semangat, tetapi justru untuk menumbuhkan kesadaran bahwa hidup ini harus diisi dengan kebaikan dan amal saleh. Setiap napas yang dihela adalah kesempatan untuk memperbaiki diri sebelum pintu itu tertutup selamanya.
Nasehat Para Ulama tentang Kematian
Banyak ulama salaf yang sangat serius mengingatkan tentang persiapan untuk kematian. Di antara perkataan emas itu:
Imam Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata:
يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّمَا أَنْتَ أَيَّامٌ، كُلَّمَا ذَهَبَ يَوْمٌ ذَهَبَ بَعْضُكَ
"Wahai anak Adam, sesungguhnya engkau hanyalah kumpulan hari. Setiap kali satu hari berlalu, maka berlalu pula sebagian dari dirimu."
Perkataan ini menggambarkan betapa waktu yang berjalan adalah potongan umur yang hilang. Setiap hari yang terlewati adalah pendekatan menuju saat perjumpaan dengan Allah.
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi dalam Mukhtashar Minhajul Qashidin berkata:
"Barangsiapa yang memperbanyak mengingat mati, maka ia akan dimuliakan dengan tiga hal: segera bertaubat, hati yang qana'ah, dan semangat dalam beribadah. Sedangkan orang yang lalai mengingat mati, akan terkena tiga hal: menunda taubat, tidak pernah puas, dan malas beribadah."
Maka dari itu, para ulama tidak henti-hentinya menasihati umat agar jangan tertipu dengan dunia, jangan terbuai oleh kenikmatan sementara, karena kematian pasti datang tanpa memberi aba-aba.
Dunia: Tempat Berteduh, Bukan Tempat Tinggal
Islam mengajarkan bahwa dunia ini ibarat seorang musafir yang berteduh sejenak di bawah pohon dalam perjalanan panjang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ
"Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau seorang pengembara."
Dalam riwayat lain, beliau bersabda:
مَا لِي وَلِلدُّنْيَا؟ مَا أَنَا فِي الدُّنْيَا إِلَّا كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ، ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
"Aku di dunia ini ibarat seorang pengendara yang berteduh di bawah pohon, lalu pergi meninggalkannya.
Kehidupan dunia tidak lebih dari tempat singgah sementara. Kenikmatan yang ada hanyalah hiasan ujian. Sedangkan hakikat kehidupan sesungguhnya adalah kehidupan akhirat yang kekal abadi.
Persiapan Terbaik: Amal Saleh
Karena itu, orang yang bijaksana tidak menyia-nyiakan waktunya. Ia gunakan hidupnya untuk beramal sebanyak-banyaknya. Allah berfirman:
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
"Dan berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa." (QS. Al-Baqarah: 197)
Takwa adalah persiapan utama menghadapi kematian. Takwa meliputi keimanan yang kuat, amal yang ikhlas, menjauhi maksiat, dan memperbanyak amal kebaikan.
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah pernah berdoa:
"Ya Allah, Engkau tahu bahwa hidup ini bukanlah yang aku inginkan. Yang aku inginkan adalah bertempat di sisi-Mu, di surga-Mu, bersama orang-orang yang Engkau cintai."