"Khotbah Umar bin Abdul Aziz: Renungan tentang Tujuan Hidup dan Persiapan Bekal untuk Akhirat"

  • TGH. Hardiyatullah, M.Pd
  • Disukai 2
  • Dibaca 754 Kali
Kajian kitab Mukasyafatul Qulub hal. 119 di masjid Baiturrahim dusun Adeng jagaraga kuripan

Khotbah Umar bin Abdul Aziz: Renungan untuk Kehidupan Abadi

قال عمر بن عبد العزيز يا أيها الناس أنكم خلقتم لأمر إن كنتم تصدقون به فإنكم حمقى وإن كنتم تكذبون به فإنكم هلكى فما خلقتم للأبد ولكنكم من دار إلى دار تنقلون.
 عباد الله إنكم في دار لكم فيها من طعامكم غصص ومن شربكم شرق لا تصفو لكم نعمة تسرون بها إلا بفراق أخرى وتكرهون فراقها واعملوا لما أنتم صائرون إليه وخالدون فيه ثم غلبه البكاء ونزل.

"Wahai manusia sesungguhnya kalian diciptakan untuk sebuah alasan jika kalian mempercayainya, maka sesungguhnya kalian itu bodoh. jika kalian mendustakannya, maka kalian akan binasa. kalian diciptakan didunia tidak untuk hidup abadi akan tetapi, kalian akan pindah dari satu negeri. Ke negeri yang lainnya. wahai para hamba Allah sesungguhnya kalian berada di negeri yang makanannya membuat pahit dan minumannya membuat orang tercekik, kalian tidak akan dapat merasakan kenikmatan yang kalian sukai, kecuali dengan meninggalkan kenikmatan lainnya yang tidak ingin kalian tinggalkan, maka dari itu beramallah kalian untuk bekal di negeri abadi. dan kalian kekal di sana." kemudian ia menangis dan turun dari mimbar.

Umar bin Abdul Aziz, salah satu khalifah yang dikenal karena kebijaksanaannya, memberikan khotbah yang penuh makna dan renungan bagi umat manusia. Dalam khotbahnya, ia menekankan pentingnya memahami tujuan penciptaan dan hakikat kehidupan di dunia ini. Khotbahnya menjadi pengingat yang kuat tentang apa yang sebenarnya kita cari dalam hidup ini.

Diciptakan untuk Sebuah Alasan

Umar mengawali khotbahnya dengan pernyataan yang tegas: “Wahai manusia, sesungguhnya kalian diciptakan untuk sebuah alasan. Jika kalian mempercayainya, maka sesungguhnya kalian itu bodoh jika kalian mendustakannya, maka kalian akan binasa.” Dalam kalimat ini, Umar menekankan bahwa setiap individu memiliki tujuan dalam hidupnya, dan menyadari tujuan tersebut adalah langkah awal untuk mencapai kehidupan yang bermakna.

Ketika kita mengakui bahwa kita diciptakan untuk sebuah tujuan, kita diharapkan untuk berusaha memahami makna kehidupan kita. Menyadari bahwa hidup ini bukanlah tanpa tujuan dapat memotivasi kita untuk mencari pengetahuan dan beramal saleh. Sebaliknya, jika kita mendustakannya dan hidup dalam kebodohan, kita akan kehilangan arah dan makna hidup, yang pada akhirnya dapat mengantarkan kita pada kebinasaan.
jika membenarkan bahwa ada alasan penciptaan, tapi tidak berusaha mencari dan mendalami, maka iya disebut bodoh apa lagi jika mendustakannya. Allah swt berfirman 
Surah Al-A'raf ayat 179:

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

Artinya: "Dan sesungguhnya Kami ciptakan untuk isi neraka banyak dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat, dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar. Mereka itu seperti hewan ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai."

Perpindahan ke Negeri yang Abadi

Lebih lanjut, Umar menekankan bahwa kita diciptakan untuk hidup abadi, tetapi kita akan pindah dari satu negeri ke negeri yang lainnya. Hidup di dunia ini hanyalah sementara; kehidupan abadi menanti kita di akhirat. Ini adalah pengingat bahwa setiap amal perbuatan kita di dunia akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.

Dalam konteks ini, kita harus mempersiapkan diri untuk perjalanan tersebut. Mengingat bahwa dunia ini adalah tempat ujian, kita perlu fokus pada amal baik dan berusaha untuk memenuhi tujuan penciptaan kita. Khotbah ini menegaskan pentingnya mengumpulkan bekal untuk kehidupan abadi di akhirat, di mana kita akan kekal.

Kenikmatan Sementara dan Pengorbanan

Umar melanjutkan khotbahnya dengan pernyataan yang mendalam: “Wahai para hamba Allah, sesungguhnya kalian berada di negeri yang makanannya membuat pahit dan minumannya membuat orang tercekik.” Dalam pernyataan ini, beliau mengingatkan kita bahwa hidup di dunia tidak selalu menawarkan kenikmatan. Makanan dan minuman yang kita nikmati seringkali dapat membawa dampak negatif. Hal ini mengajak kita untuk merenungkan hakikat kehidupan dan memilih dengan bijak dalam segala aspek kehidupan kita.

Lebih lanjut, Umar mengungkapkan bahwa kita tidak akan dapat merasakan kenikmatan yang kita sukai kecuali dengan meninggalkan kenikmatan lainnya yang tidak ingin kita tinggalkan. Ini adalah tantangan besar dalam hidup. Dalam banyak hal, kita harus membuat pilihan antara berbagai kenikmatan. Ketika kita berusaha untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, kita sering kali harus mengorbankan kesenangan sementara. Misalnya, ada orang yang ingin mendapat kenikmatan dalam beribadah, hati tenang serta khusyu', maka tentu dia harus meninggalkan sebagian kenikmatan dunia seperti hidup mewah dan lain sebagainya. Ada orang yang ingin mendapatkan  Nikmatnya ilmu, maka tentu dia harus meninggalkan kesenangan  yang lain seperti bermalas malasan, banyak tidur, dll.
 tentunya jika ingin mendapatkan kesenangan akhirat, maka harus meninggalkan kesenangan hidup di dunia. 

Amal sebagai Bekal di Negeri Abadi

Khotbah ini diakhiri dengan ajakan untuk beramal: “Maka dari itu, beramallah kalian untuk bekal di negeri abadi, dan kalian kekal di sana.” Umar bin Abdul Aziz menekankan bahwa amal baik adalah satu-satunya bekal yang kita bawa ke kehidupan setelah mati. Kebaikan, ibadah, dan pengabdian kepada Allah adalah bentuk persiapan kita untuk menghadapi kehidupan yang abadi di akhirat.

Saat Umar menyampaikan pesan ini, beliau tidak dapat menahan air matanya. Kesadaran akan pentingnya amal dan tanggung jawab kita sebagai hamba Allah menggerakkan hatinya. Menangis dan turun dari mimbar, Umar menunjukkan bahwa ketulusan dan kesadaran akan tanggung jawab ini adalah bagian dari keimanannya.