“Mengumbar Kemaksiatan di Era Digital: Mengapa Allah Melarangnya dan Bagaimana Kita Menyikapinya?”

“Mengumbar Kemaksiatan di Era Digital: Mengapa Allah Melarangnya dan Bagaimana Kita Menyikapinya?”
Dalam Islam, menjaga kehormatan diri dan menutup aib adalah nilai yang sangat dijunjung tinggi. Rasulullah SAW bersabda dalam hadisnya:
"كلُّ أُمَّتي مُعافًى إلَّا المُجاهِرِينَ، وإنَّ مِنَ المُجاهَرةِ أنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ باللَّيلِ عَملًا، ثُمَّ يُصْبِحُ وقدْ سَتَرَهُ اللَّهُ علَيْهِ، فَيَقُولُ: يا فُلانُ، عَمِلْتُ البَارِحَةَ كَذَا وكَذَا، وقدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ، ويُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ."
“Setiap umatku dimaafkan kecuali orang-orang yang terang-terangan dalam kemaksiatan. Sesungguhnya, di antara perbuatan terang-terangan itu adalah ketika seseorang melakukan kemaksiatan di malam hari, kemudian di pagi hari Allah menutupinya, namun ia berkata, ‘Hai Fulan, tadi malam aku melakukan ini dan itu,’ padahal ia tidur dalam keadaan Allah menutupi aibnya, namun pada pagi harinya ia membuka tutupan Allah atas dirinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini memberikan pelajaran bahwa Allah Maha Penyayang dan menutupi dosa hamba-Nya yang bersalah, asalkan hamba tersebut menjaga diri dan tidak mengumbar kesalahannya secara terbuka. Namun, ketika seseorang secara sengaja menyebarkan atau membanggakan perbuatannya yang salah, maka ia termasuk dalam golongan yang tidak diampuni. Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nur ayat 19:
إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۚ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
"Sesungguhnya orang-orang yang suka agar perbuatan yang amat keji tersiar di kalangan orang-orang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. An-Nur: 19)
Ayat ini memperingatkan agar umat Islam tidak mempromosikan atau menyebarkan perbuatan maksiat karena dapat mempengaruhi orang lain dan merusak moral masyarakat.
Di era media sosial dan keterbukaan digital, banyak orang yang tanpa rasa malu memperlihatkan atau bahkan membanggakan kemaksiatan yang mereka lakukan. Beberapa contoh nyata dari fenomena mengumbar kemaksiatan yang sering kita temui saat ini:
1. Mengunggah Konten yang Mengandung Kemaksiatan. Banyak orang yang mengunggah foto atau video kegiatan yang jelas-jelas dilarang dalam Islam, seperti minum alkohol, berpakaian tidak sesuai syariat, atau bahkan tindakan asusila. Mereka seringkali menjadikan konten tersebut sebagai hiburan atau tren, padahal dampaknya sangat buruk bagi masyarakat yang menyaksikan.
2. Menyebarkan Cerita Kemaksiatan sebagai Prestasi. Tidak sedikit yang secara terbuka menceritakan perbuatan dosa yang mereka lakukan seperti berzina, berjudi, atau perbuatan lain yang dilarang, bahkan terkadang dibumbui dengan bangga atau tanpa rasa penyesalan sedikit pun.
3. Ujaran Kebencian dan Kekerasan Selain perbuatan yang jelas-jelas melanggar syariat, di media sosial juga banyak tersebar ujaran kebencian, sumpah serapah, atau bahkan konten kekerasan. Banyak orang yang merasa "bebas" melakukannya karena layar komputer atau ponsel seolah-olah memberi mereka kekebalan. Padahal, setiap kata yang kita ucapkan atau sebarkan akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.
Mengapa Allah Melarangnya?
Mengumbar kemaksiatan membawa banyak dampak negatif, baik bagi individu maupun masyarakat. Beberapa di antaranya adalah:
Merusak Moral Masyarakat:
Ketika satu orang mengumbar dosa, hal itu bisa menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Lama-kelamaan, norma dan nilai dalam masyarakat menjadi longgar.
Menghilangkan Rasa Malu dan Takut pada Allah:
Menyebarkan dosa secara terbuka bisa membuat seseorang kehilangan rasa malu dan menganggap kemaksiatan sebagai hal yang biasa.
Mengundang Azab Allah:
Dalam hadis disebutkan bahwa Allah akan mengampuni dosa siapa pun kecuali mereka yang terang-terangan berbuat dosa. Artinya, ada konsekuensi besar bagi pelaku mujaharah ini di dunia dan akhirat.