Muktamar Sufi Internasional 2011 di Libya: Perjalanan Terakhir Sebelum Kudeta (2011)

  • TGH. Hardiyatullah, M.Pd
  • Disukai 0
  • Dibaca 14 Kali
Bersama para ulama sufi dari aljazair dan magribi

Muktamar Sufi Internasional 2011 di Libya: Perjalanan Terakhir Sebelum Kudeta

Pada Februari 2011, Libya menjadi tuan rumah Muktamar Sufi Internasional yang bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Acara ini berlangsung di kompleks kampus Islamic Call College, Tripoli, dan dihadiri oleh ribuan tokoh Islam dari berbagai penjuru dunia, termasuk dari Indonesia.

Delegasi Indonesia yang hadir mencakup tokoh-tokoh ternama, seperti Ketua Umum PBNU Prof. Dr. Said Aqil Sirodj, Direktur Sabili Lufti at Tamimi, Ustadz Arifin Ilham, serta 16 perwakilan ormas Islam lainnya. Kehadiran para tokoh ini menunjukkan pentingnya acara tersebut sebagai forum penguatan persaudaraan dan pertukaran pemikiran dalam dunia Islam.

Acara yang berlangsung selama empat hari ini dimulai pada 10 Februari 2011 dan diakhiri dengan sebuah orasi umum oleh Pemimpin Libya kala itu, Muammar Qaddafi. Dalam pidatonya, Qaddafi menyerukan agar seluruh bangsa Palestina yang tersebar di berbagai negara kembali secara serentak ke tanah leluhur mereka. Ia juga menyampaikan kritik keras terhadap penamaan Israel di wilayah Palestina, menyebutnya sebagai kesalahan sejarah yang mendalam.

Salah satu momen istimewa dalam muktamar ini adalah prosesi pembacaan dua kalimat syahadat oleh sejumlah pemuka suku dari kawasan Afrika, yang menandai masuknya mereka ke dalam Islam. Momen ini mempertegas peran muktamar sebagai ajang penyebaran nilai-nilai tasawuf yang damai, toleran, dan egaliter.

Bagi para mahasiswa yang berkuliah di Islamic Call College, acara ini menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Mereka memanfaatkan kesempatan untuk berdialog langsung dengan para ulama tarekat dari berbagai belahan dunia, memperluas wawasan spiritual dan intelektual.

Namun, di balik suksesnya muktamar ini, ada cerita duka yang menyusul beberapa minggu setelahnya. Kudeta besar-besaran mengguncang Libya, yang akhirnya menumbangkan pemerintahan Muammar Qaddafi setelah puluhan tahun berkuasa. Muktamar Sufi Internasional 2011 pun tercatat sebagai salah satu acara besar terakhir yang dihadiri Qaddafi sebelum masa kekuasaannya berakhir.

Acara ini tidak hanya menjadi momentum penting bagi dunia Islam, tetapi juga menjadi penanda perubahan besar dalam sejarah Libya. Muktamar Sufi Internasional 2011 kini dikenang sebagai simbol harapan dan persatuan yang terwujud di tengah perbedaan, meskipun harus berakhir dalam bayang-bayang gejolak politik yang melanda negara tersebut.

Berikut beberapa hikmah yang dapat diambil dari Muktamar Sufi Internasional 2011 di Libya:

1. Pentingnya Persaudaraan Islam

Acara ini mengajarkan pentingnya menjaga ukhuwah Islamiyah di tengah perbedaan mazhab, budaya, dan pandangan politik. Dialog antarulama tarekat dari berbagai negara menjadi contoh nyata bagaimana Islam dapat menyatukan umat dalam kedamaian.

2. Tasawuf sebagai Jalan Perdamaian

Muktamar ini menekankan ajaran tasawuf yang damai, toleran, dan egaliter. Nilai-nilai ini mengajarkan umat Islam untuk fokus pada pengembangan spiritual, memperbaiki akhlak, dan menciptakan keharmonisan sosial.

3. Kesempatan Belajar dari Para Ulama

Bagi para mahasiswa yang hadir, momen ini menjadi pelajaran berharga untuk mendalami ilmu langsung dari ulama tarekat internasional. Dialog yang terjalin memperluas wawasan mereka dalam memahami Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

4. Ketidakkekalan Kekuasaan Duniawi

Muktamar ini menjadi salah satu acara besar terakhir yang dihadiri oleh Qaddafi sebelum kekuasaannya runtuh. Hal ini mengingatkan kita bahwa kekuasaan duniawi bersifat sementara, dan sebaik-baiknya pemimpin adalah yang menggunakan kekuasaannya untuk kemaslahatan umat.

5. Keberkahan di Tengah Ujian

Meski muktamar ini berakhir dengan gejolak politik besar di Libya, acara tersebut menjadi simbol keberkahan dan kebaikan. Prosesi masuk Islam oleh para pemuka suku Afrika menunjukkan bagaimana dakwah Islam dapat menyentuh hati manusia di tengah tantangan zaman.

6. Pelajaran dari Sejarah

Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa stabilitas suatu negara dan umat sangat bergantung pada keadilan, persatuan, dan kepemimpinan yang bijaksana. Kehancuran Libya setelah kudeta menjadi pelajaran untuk selalu menjaga harmoni politik dan sosial.