Perjalanan Menuju Alfalah Ploso ( 2002): Awal Langkah Menuntut Ilmu

  • TGH. Hardiyatullah, M.Pd
  • Disukai 0
  • Dibaca 16 Kali
Tes masuk diniyah

Perjalanan Menuju Alfalah Ploso: Awal Langkah Menuntut Ilmu

Tahun 2002 menjadi salah satu titik penting dalam perjalanan hidup saya. Setelah menyelesaikan pendidikan di MTs Darussalam Bermi, saya merasa haus akan ilmu yang lebih mendalam, khususnya dalam memahami kitab kuning dan ilmu alat. Keinginan ini membawa saya pada keputusan untuk melanjutkan pendidikan ke Jawa, sebuah daerah yang dikenal dengan banyaknya pesantren besar dan tradisi keilmuan yang kuat.

Sebagai langkah awal, saya meminta saran kepada H. Nurdin, salah seorang guru di MA Darussalam. Dengan bijaksana, beliau merekomendasikan Pondok Pesantren Alfalah Ploso di Kediri. Pesantren ini terkenal karena kajian mendalamnya terhadap ilmu alat, seperti nahwu dan sharaf, yang menjadi fondasi penting dalam memahami teks-teks berbahasa Arab. Alfalah memiliki reputasi kuat sebagai pesantren yang tetap berpegang teguh pada tradisi keilmuan klasik, sesuatu yang sangat saya dambakan.

Persiapan dan Restu Orang Tua

Setelah keputusan bulat diambil, saya mulai mempersiapkan segala kebutuhan administrasi dan dokumen yang diperlukan. Dengan restu dari bapak dan ummi, hati saya mantap untuk melangkah. Keberangkatan saya bertepatan dengan pelaksanaan haul yang dipimpin oleh bapak di Masjid Tempos Perempung. Acara haul ini berlangsung selama dua bulan, sehingga bapak dan ummi hanya bisa mengantar saya hingga ke Pelabuhan Lembar.

Momen perpisahan di pelabuhan sangat mengharukan. Ini adalah kali pertama saya meninggalkan rumah untuk waktu yang lama. Meskipun berat, saya sadar bahwa ini adalah langkah besar menuju cita-cita dan masa depan. H. Nurdin menemani saya dalam perjalanan ini, memberikan dukungan moral di tengah suasana yang penuh 

Perjalanan dimulai pada dini hari dengan kapal dari Pelabuhan Lembar menuju Padang Bai. Setelah tiba di padangbai sekitar pukul 07.00, dan selesai sarapan kami naik angkutan tujuan Terminal Denpasar untuk naik bus menuju Pelabuhan Gilimanuk. Di sana, kami menunggu kapal untuk menyeberang ke Ketapang, Banyuwangi.

Setelah tiba di Banyuwangi, perjalanan diteruskan dengan angkot menuju terminal dan kemudian mencari bus yang menuju Surabaya. Meski melelahkan, setiap tahapan perjalanan ini memberikan pengalaman baru yang mendewasakan. Dalam perjalanan ke Kediri, kami sempat singgah di Pondok Pesantren Darullughah Waddawah (Dalwa), Bangil, Pasuruan. Di Dalwa, kami berkunjung ke saudara dan sepupu yakni H. Amrullah dan Fahrurrozi, yang tengah menuntut ilmu di sana. Karena sudah malam, kami memutuskan untuk bermalam di ruang tamu pesantren sebelum melanjutkan perjalanan keesokan harinya.

Kedatangan di Ploso

Setelah perjalanan panjang dan melelahkan, akhirnya kami tiba di Alfalah Ploso, Kediri. Lingkungan pesantren yang asri dan atmosfer keilmuan yang kental langsung terasa begitu saya menginjakkan kaki di sana. Saya disambut oleh seorang ustaz dari Lombok yang mengabdi di Alfalah, memberikan rasa nyaman di tengah suasana baru.

Saya memilih tinggal di asrama Queen Alfalah, yang dikhususkan untuk santri yang bersekolah umum. Asrama ini memiliki fasilitas antar-jemput bus pondok bagi santri yang bersekolah di luar. Saya memilih untuk melanjutkan pendidikan formal di SMAN 1 Mojo karena lokasinya yang cukup dekat. Di asrama, saya bergabung dengan sekitar 300 santri lainnya, yang semuanya memiliki semangat tinggi dalam menimba ilmu.

Refleksi Perjalanan

Perjalanan menuju Alfalah Ploso bukan hanya perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan spiritual dan emosional. Keberanian untuk meninggalkan kampung halaman, keluarga, dan kenyamanan hidup sehari-hari menjadi awal pembentukan karakter yang lebih kuat. Saya belajar bahwa menuntut ilmu memerlukan pengorbanan, kesungguhan, dan keikhlasan.

Pengalaman ini menjadi tonggak penting dalam hidup saya. Alfalah Ploso memberikan saya fondasi keilmuan yang kokoh, sekaligus mengajarkan saya nilai-nilai disiplin dan kemandirian. Perjalanan ini tidak hanya membuka wawasan, tetapi juga mengajarkan saya bahwa setiap langkah yang diambil dengan niat tulus akan selalu membawa keberkahan dan manfaat di masa depan.

Pengalaman Awal di Kelas Diniyah 

Ketika pertama kali masuk ke Pondok Pesantren Queen Alfalah Ploso, salah satu proses penting yang harus dilalui adalah tes penempatan kelas diniyah. Tes ini bertujuan untuk mengukur kemampuan santri baru dalam membaca kitab kuning, memahami teks Arab, dan menguasai ilmu alat seperti nahwu dan sharaf. Berdasarkan hasil tes tersebut, saya ditempatkan di kelas satu Tsanawy, jenjang yang cukup tinggi untuk santri baru. Kebanyakan santri baru biasanya memulai dari kelas Ibtidaiyah. Penempatan ini menjadi bukti nyata dari hasil didikan bapak selama di rumah, yang menanamkan dasar-dasar keilmuan agama dengan sangat baik.

Namun, berada di jenjang yang tinggi tidak berarti tanpa tantangan. Salah satu pengalaman yang tidak terlupakan adalah ketika di kelas diniyah kami diminta membaca kitab kuning dengan makna Jawa halus. Bagi saya, ini adalah hal yang benar-benar baru dan cukup sulit, mengingat saya berasal dari luar Jawa dan tidak terbiasa dengan istilah-istilah tersebut. Ketika tiba giliran saya, saya kesulitan membaca dengan makna Jawa halus, sehingga membuat Ustaz Murtadho, pengajar di kelas tersebut, berkata, "Kamu di kelas ini belum bisa baca. Besok, kalau tetap belum bisa, saya turunkan kelasnya."

Meski sedikit cemas, saya tetap percaya diri dan menjelaskan kepada beliau bahwa saya tidak bisa membaca dengan makna Jawa karena berasal dari luar Jawa, tetapi saya memahami isi dan makna teksnya. Beliau kemudian meminta saya untuk menjelaskan makna kitab yang sedang dipelajari, Saat itu kitab yang di pelajari kitab Riyadul Badi'ah. Dengan kemampuan yang saya miliki, saya menjelaskan makna dan isi kitab tersebut dengan detail. Mendengar penjelasan saya, beliau mengapresiasi kemampuan saya dan memutuskan untuk tetap mempertahankan saya di kelas tersebut.

Pengalaman itu menjadi salah satu momen penting dalam perjalanan saya di pesantren. Kepercayaan diri saya meningkat, dan kemampuan saya terus berkembang. Tahun berikutnya, saya bahkan dipercaya untuk menjadi ketua syawir, yaitu koordinator dalam forum diskusi diniyah. Saya juga sering menjadi badal atau pengganti ustaz jika beliau berhalangan hadir.

Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa kemampuan memahami dan menjelaskan sesuatu dengan baik bisa menjadi kunci utama dalam menghadapi tantangan. Tidak hanya itu, kesungguhan dalam belajar dan keyakinan pada kemampuan diri sendiri dapat membuka banyak peluang untuk berkembang, bahkan dalam lingkungan yang terasa asing sekalipun. Alfalah Ploso bukan hanya tempat menimba ilmu, tetapi juga tempat menempa karakter dan membangun kepercayaan diri.

Hikmah:

Kesungguhan belajar, percaya diri, dan fokus pada pemahaman inti adalah kunci untuk menghadapi tantangan baru. Tantangan bukanlah penghalang, melainkan sarana untuk mengembangkan potensi dan membangun karakter.