Taqorrub ilallah

  • TGH. Hardiyatullah, M.Pd
  • Disukai 3
  • Dibaca 553 Kali
Majlis ilmu

Kebahagiaan Sejati dengan Mengenal Allah dan Menaati Perintah-Nya

Kebahagiaan sejati dalam kehidupan bukanlah hal yang mudah dicapai. Banyak yang berusaha mencarinya melalui materi, popularitas, atau hal-hal duniawi lainnya, namun mereka tetap merasa hampa dan tidak puas. Sesungguhnya, kebahagiaan sejati hanya dapat dicapai melalui pengenalan yang mendalam kepada Allah dan ketaatan terhadap perintah-Nya. Namun, untuk mencapai kondisi tersebut, kita harus memperbaiki hati terlebih dahulu.

Pentingnya Memperbaiki Hati.

Hati merupakan pusat kendali dari segala tindakan manusia. Ketika hati seseorang baik, maka seluruh tindakannya akan mengikuti kebaikan tersebut. Sebaliknya, ketika hati rusak, perbuatan yang lahir darinya akan cenderung kepada maksiat dan kejahatan. Rasulullah SAW bersabda,

أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ." "Sesungguhnya dalam tubuh terdapat segumpal daging; jika ia baik maka baiklah seluruh tubuh, dan jika ia rusak maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, itulah hati." (HR. Bukhari dan Muslim).

Klasifikasi Hati dan Tubuh dalam Konteks Kebaikan dan Kerusakan.

Hati yang baik terbagi menjadi dua, yaitu yang manfaatnya terbatas pada diri sendiri dan yang manfaatnya meluas kepada orang lain. Hati yang pertama adalah hati yang dipenuhi dengan keimanan dan ketenangan yang hanya dirasakan oleh individu itu sendiri. Hati yang kedua adalah hati yang tidak hanya dipenuhi oleh iman, tetapi juga mendorong pemiliknya untuk menebarkan kebaikan kepada orang lain, baik melalui dakwah, amal sholeh, atau tindakan positif lainnya.

Begitu juga dengan tubuh, tubuh yang baik terbagi menjadi dua: yang baik bagi dirinya sendiri, misalnya menjalankan ketaatan seperti sujud, ruku'. dan yang baik ( meluas )bagi orang lain, seperti menggunakan kekuatan fisik untuk membantu sesama, beramal, atau berjihad di jalan Allah.

Sebaliknya, hati yang rusak juga terbagi menjadi dua: hati yang rusak dan hanya merugikan diri sendiri, misalnya terjerumus dalam dosa dan maksiat yang merusak jiwa dan hubungan dengan Allah, dan hati yang rusak yang kerusakannya meluas kepada orang lain, seperti menyebarkan fitnah, kebencian, atau ajaran yang menyimpang. Tubuh yang rusak juga demikian, ada yang terbatas pada diri sendiri seperti meninggalkan ketaatan, dan ada yang merusak orang lain, misalnya dengan melakukan tindakan kriminal atau agresi. 

( Ringkasan kitab syajaratul ma'arif fashl : fi bayanil qurobat )