“Lahir ke Dunia dengan Kehidupan dan Kesehatan: Renungkan Nikmat Allah Sejak Awal”

Berkata TGH. Ridwanullah didalam kitab Nazhm Majmu' Arridwany bait ke-3 :
# ثُمَّ أَخْرَجَ ٱللهُ لَنَا مِنۢ بَطْنِه
مَعَ حَيَاةٍ صِحَّةٍ فَٱدْرِ بِه
“Kemudian Allah mengeluarkan kami dari perutnya (ibu),
dengan kehidupan dan kesehatan, maka renungkanlah (hal itu).”
Muqoddimah
Syair ini mengingatkan kita akan fase penting kehidupan manusia, yakni saat pertama kali ia dilahirkan dari rahim ibunya. Proses kelahiran bukan hanya peristiwa biologis, tapi merupakan manifestasi kekuasaan Allah dan tanda kasih sayang-Nya yang besar kepada manusia. Dari rahim yang sempit, Allah keluarkan kita dalam keadaan hidup dan sehat—sebuah nikmat yang sering kita lupakan.
Proses Kelahiran: Kekuasaan dan Kasih Sayang Allah
Dalil Al-Qur’an:
"ثُمَّ السَّبِيلَ يَسَّرَهُ"
“Kemudian Dia (Allah) memudahkan jalan (kelahiran) baginya.” (QS. ‘Abasa: 20)
Ayat ini menunjukkan tahapan lanjutan dalam penciptaan manusia setelah berada dalam rahim. "Thumma as-sabīla yassarah" ditafsirkan oleh para ulama sebagai kemudahan yang Allah berikan kepada manusia untuk keluar dari rahim ibunya saat dilahirkan. Allah yang mengatur proses kelahiran itu dengan sempurna — padahal jalan lahir itu sempit dan penuh risiko, namun Allah memudahkan bayi keluar dengan susunan anatomi yang sesuai dan kemampuan alami ibu dalam melahirkan. Ini adalah bukti kekuasaan dan kasih sayang Allah dalam menjaga kehidupan sejak awal.
Selain itu, para mufassir seperti Imam Al-Qurthubi dan Ibnu Katsir juga menjelaskan bahwa “jalan” dalam ayat ini bisa bermakna lebih luas, yakni jalan hidup dan petunjuk. Setelah lahir, Allah memudahkan manusia untuk melalui jalan kehidupannya: diberikan akal, indera, dan juga dikirimkan rasul dan wahyu agar manusia bisa menempuh jalan hidayah. Maka ayat ini mencakup dua makna sekaligus: jasmani (jalan kelahiran) dan ruhani (jalan menuju kebenaran). Ini mengajarkan bahwa sejak lahir hingga menjalani kehidupan, manusia tidak pernah dibiarkan sendiri oleh Allah.
Ayat ini menunjukkan nikmat ijādi (penciptaan) dan imdādi (pemeliharaan). Allah menciptakan manusia dari yang tiada, lalu memudahkannya lahir ke dunia (ijādi), dan terus memberi bekal hidup seperti akal, pancaindra, serta petunjuk jalan kebenaran (imdādi). Semua ini menunjukkan kasih sayang dan kekuasaan Allah yang terus menyertai manusia sejak awal.
Imam Al-Ghazali (Ihya' ‘Ulumiddin, Juz 4) menjelaskan bahwa :
“Nikmat itu ada dua: pertama, nikmat yang mengeluarkan dari ketiadaan kepada keberadaan (ijād); kedua, nikmat yang menjaga dan menyempurnakan keberadaan itu dengan rizki, akal, dan petunjuk (imdād).”
Keluar dalam Keadaan Hidup dan Sehat: Nikmat yang Sering Dilupakan
Kehidupan (ḥayāh) dan kesehatan (ṣiḥḥah) adalah dua nikmat agung yang menyertai kelahiran manusia. Tak semua bayi lahir hidup, dan tak semua hidup dengan sehat.
Banyak manusia lupa bahwa keluar dari rahim dalam keadaan hidup dan sehat adalah nikmat besar dari Allah yang sering diabaikan. Padahal, proses kelahiran adalah momen paling rawan dan sulit dalam hidup manusia. Tak sedikit yang tidak sempat melihat dunia karena meninggal di kandungan atau saat dilahirkan. Maka, siapa yang lahir selamat, sempurna anggota tubuhnya, dan hidup hingga dewasa—ia telah mendapatkan anugerah luar biasa dari Allah. Inilah bagian dari nikmat ijādi dan imdādi, karena Allah tidak hanya menciptakan, tapi juga menjaga dan menyempurnakan.
Nikmat ini sering tak terasa karena sudah menjadi hal biasa. Namun orang yang beriman diajarkan untuk tidak melupakan asal-usulnya dan mensyukuri setiap tahapan kehidupan. Kelahiran yang selamat adalah awal perjalanan untuk mengenal Allah, beribadah, dan menunaikan amanah sebagai hamba. Karena itu, Rasulullah SAW mengingatkan agar kita selalu bersyukur atas nikmat hidup dan kesehatan yang Allah berikan setiap waktu. Rasulullah saw bersabda :
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْه وَسَلَّمَ
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ، مُعَافًى فِي جَسَدِهِ، عِنْدَ قُوتُ يَوْمِهِ، فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
Artinya:
"Barang siapa di antara kalian yang bangun pagi dalam keadaan aman, sehat jasadnya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan dunia seluruhnya telah dikumpulkan untuknya." (HR. Tirmidzi )
Seruan Syair: “فَٱدْرِ بِهِ” – Maka Renungkanlah!
Syair ini tidak hanya menggambarkan proses kelahiran, tetapi mengajak untuk merenung atas nikmat tersebut.
Renungan ini dapat melahirkan:
● Syukur: atas nikmat lahir hidup dan sehat.
● Ketaatan: sebagai wujud syukur kepada Allah.
● Kepedulian: terhadap mereka yang tidak seberuntung kita.
● Kesadaran spiritual: bahwa hidup ini adalah pemberian, bukan hasil usaha kita semata.
Imam Ibnul Qayyim menyatakan:
“Kehidupan adalah amanah, dan kesehatan adalah kesempatan. Barangsiapa yang mensia-siakannya, maka ia akan menyesal ketika keduanya telah dicabut.”
Kesimpulan
Setiap kita pernah berada dalam rahim ibu, dalam kegelapan, lalu Allah keluarkan ke dunia. Dengan kehidupan dan kesehatan. Maka syair ini adalah peringatan untuk tidak lalai, dan terus mengingat asal-usul nikmat yang kita miliki. Allah swt berfirman :
"وَإِن تَعُدُّوا۟ نِعْمَةَ ٱللهِ لَا تُحْصُوهَآ ۗ إِنَّ ٱللهَ لَغَفُورٌۭ رَّحِيمٌۭ"
“Jika kalian menghitung nikmat Allah, niscaya kalian tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl: 18)