“Nikmat Allah Tak Terhitung: Rahmat yang Meliputi Semua Makhluk”

  • TGH. Hardiyatullah, M.Pd
  • Disukai 0
  • Dibaca 241 Kali
Ngaji diri

قال الشيخ رضوان الله التوحدي

لِمَا لَنَا مِنْ نِعَمٍ قَدْ أَنْعَما # ٱلْخَلْقَ مِنْ رَحْمَتِهِ قَدْ عَمَّمَا

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ ٱللهِ ٱقْرَأْ # كَلَامَهُ سُبْحَانَهُ بِلَا ٱمْتِرَاء.

Karena begitu banyak nikmat yang telah Dia anugerahkan kepada kita, # Seluruh makhluk telah Dia liputi dengan rahmat-Nya.

Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, bacalah # firman-Nya Yang Mahasuci tanpa ada keraguan padanya. ( bait 5-6) 

Pendahuluan

Syair ini mengajak kita untuk merenungi luasnya nikmat dan rahmat Allah. Ia mengajarkan bahwa segala sesuatu yang kita miliki adalah karunia. Bahkan, makhluk seluruhnya — manusia, hewan, tumbuhan — mendapatkan bagian dari rahmat-Nya yang melimpah. Ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis Nabi pun menguatkan bahwa nikmat Allah tak terhingga, dan rahmat-Nya mencakup segala sesuatu.

Nikmat Allah kepada Kita: Anugerah Tanpa Batas

لِمَا لَنَا مِنْ نِعَمٍ قَدْ أَنْعَمَا

Mengisyaratkan bahwa seluruh aspek kehidupan kita adalah nikmat dari Allah, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi. Dalil Al-Qur’an:

"وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَة ٱللهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ ٱللهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ"

“Jika kalian menghitung nikmat Allah, niscaya kalian tidak akan mampu menghitungnya.” (QS. An-Nahl: 18)

Ibnu Katsir menafsirkan bahwa setiap detik hidup manusia adalah rangkaian nikmat, dan Allah tidak menuntut kita untuk membalasnya, tapi cukup bersyukur dan tidak mengingkari-Nya.

Rahmat Allah Meliputi Seluruh Makhluk

ٱلْخَلْقَ مِنْ رَحْمَتِهِ قَدْ عَمَّمَا

Rahmat Allah bukan hanya untuk manusia beriman, tapi juga mencakup seluruh ciptaan, baik mukmin maupun kafir, hewan maupun tumbuhan.

Dalil Al-Qur’an:

 "وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ"

“Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu.” (QS. Al-A'raf: 156)

Al-Imam Ar-Raghib Al-Asfahani menjelaskan dalam Mufradat al-Qur’an, bahwa rahmat Allah ada dua:

1. Rahmah ‘Ammah (umum), yang diberikan kepada semua makhluk (seperti udara, makan, keamanan).

2. Rahmah Khassah (khusus), yang hanya diberikan kepada orang beriman (seperti taufik, hidayah, surga).

Perintah untuk Merenungi dan Membaca Kalâmullah

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ ٱللهِ ٱقْرَأْ # كَلَامَهُ سُبْحَانَهُ بِلَا ٱمْتِرَاء

Maksudnya, jika kita ingin memahmi betapa besar nikmat Allah, maka bacalah dan tadabburi Al-Qur’an, karena di dalamnya terkandung pengakuan nikmat dan ajakan untuk bersyukur.

Rasulullah saw bersabda ; 

 قَالَ رَسُولُ الله ﷺ: "إِنَّ اللهَ لَيَرْضَىٰ عَنِ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الْأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا، أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا"

“Sesungguhnya Allah ridha kepada hamba yang memakan makanan lalu memuji-Nya, atau meminum minuman lalu memuji-Nya.” (HR. Muslim)

Hadis ini menegaskan bahwa syukur sekecil apa pun—seperti setelah makan—sudah membuat Allah ridha. Maka bagaimana dengan nikmat hidup, iman, dan Islam?

Contoh Aktual dalam Kehidupan

● Udara segar yang kita hirup setiap hari adalah nikmat gratis.

● Kesehatan tubuh, padahal banyak orang yang terbaring di rumah sakit.

● Hidayah Islam, yang tidak diberikan kepada semua orang.

● Rizki walau kecil, tapi mencukupi.

● Keluarga, ilmu, waktu, dan akal — semua adalah nikmat yang layak disyukuri.

 Penutup dan Kesimpulan

Syair ini bukan hanya ungkapan puitis, tetapi seruan kesadaran batin. Kita diminta untuk melihat ke dalam diri dan alam semesta, dan sadar bahwa rahmat dan nikmat Allah tidak pernah terputus.

 "فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ"

“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. Ar-Rahman: berulang 31 kali)

Kisah : Suatu hari, sebuah keluarga sedang makan bersama di dalam rumah dengan hidangan seadanya. Tiba-tiba sang anak mengeluh kepada orang tuanya, “Lauknya nggak enak.” Namun, tak lama kemudian, seorang pengemis datang mengetuk pintu dan meminta makanan. Melihat hal itu, sang anak pun terdiam. Ia merenung, bahwa meskipun lauknya tidak enak, setidaknya ia masih bisa makan bersama keluarga di rumah—berbeda dengan pengemis tadi yang harus meminta-minta.

Setelah menerima sedikit makanan, pengemis itu melanjutkan perjalanannya. Di tengah jalan, ia melihat sebuah ambulans melintas membawa seseorang yang sakit parah. Seketika, ia yang awalnya merasa hina karena harus mengemis, justru bersyukur karena masih diberi nikmat sehat dan bisa berjalan sendiri.

Sesampainya di rumah sakit, orang yang dibawa ambulans itu mengeluh karena rasa sakit yang dideritanya. Namun, ketika matanya melihat seseorang yang sudah terbujur kaku ditutupi kain kafan, barulah ia tersentak—ternyata meski sakit, ia masih diberi nikmat kehidupan oleh Allah.

Kisah ini mengajarkan bahwa syukur itu bukan tentang banyaknya nikmat, tapi tentang menyadari nikmat yang masih kita punya.